Subscribe to RSS feeds

Sunday, May 20, 2012

Keutamaan Meninggalkan Perkara Haram



Maimun bin Mihran rahimahullah mengatakan:

“Berdzikir kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan lisan adalah kebaikan. Yang lebih dari itu adalah seorang hamba mengingat Allah Subhanahu wa Ta’ala tatkala bermaksiat, kemudian dia menahan diri darinya.”


Umar bin Abdil ‘Aziz rahimahullah berkata:

“Bukanlah takwa itu dengan (amalan sunnah seperti) bangun di waktu malam (bertahajjud, pen.) dan berpuasa di siang hari. Bukan pula dengan menghubungkan antara keduanya. Akan tetapi takwa adalah menunaikan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala wajibkan dan meninggalkan apa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala haramkan. Jika bersamaan dengan itu terdapat suatu amalan (sunnah, pen.) maka itu adalah kebaikan di atas kebaikan.”


Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhu mengatakan:

“Sesungguhnya mengembalikan 1/6 dirham (uang perak) dari harta yang haram itu lebih utama dari 100.000 dirham yang diinfaqkan (sebagai amalan sunnah) di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala.”

Ibnu Rajab Al-Hanbali rahimahullah berkata:

Diriwayatkan dari sebagian salaf: “Meninggalkan 1/6 dirham dari hal-hal yang dibenci Allah Subhanahu wa Ta’ala itu lebih utama daripada 500 kali haji.”

Ibnu Rajab rahimahullah berkata: “Kesimpulan dari ucapan-ucapan tersebut menunjukkan bahwa menjauhi  perkara-perkara yang haram meskipun sedikit adalah lebih utama daripada memperbanyak amalan-amalan yang sifatnya sunnah. Karena meninggalkan keharaman-keharaman adalah wajib, sedangkan amalan-amalan tersebut hukumnya sunnah.”

(Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, jilid 1 hal. 247-248)

Sumber: Majalah Asy Syari’ah, no.47/IV/1430 H/2009, rubrik Permata Salaf.

Artikel yang berkaitan



0 comments:

Post a Comment

Berkomentarlah dengan kata-kata yang sopan


Shoutbox